A. PEMBENTUKAN BPUPKI
Dalam situasi kritis, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang
di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi
Cosakai). Pembentukan badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting
menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus ini
diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr. K.R.T.
Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico). Sedangkan yang duduk sebagai Ketua Muda (Fuku Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang, Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. R.P. Suroso diangkat sebagai
Kepala Sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito
Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.
B. SIDANG-SIDANG BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar
Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat Jepang,
yaitu : Jenderal Itagaki (Panglima Tentara
Ketujuh yang bermarkas di Singapura dan Letnan
Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan
bendera Jepang, Hinomaruoleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera
Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa itu
membangkitkan semangat para anggota dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia.
Sidang BPUPKI
Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir
dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Sukarnomengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai
“Lahirnya Pancasila”. Keistimewaan pidato Ir. Sukarno adalah selain berisi
pandangan mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka, juga berisi usulan mengenai
nama bagi dasar negara, yaitu : Pancasila, Trisila, atau Ekasila. “Selanjutnya sidang
memilih nama Pancasila sebagai nama dasar negara. Lima dasar negara yang
diusulkan oleh Ir. Sukarno adalah sebagai berikut :
1. Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial;
5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang
tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai Dasar Negara Indonesia
Merdeka. Selanjutnya diadakan masa “reses” selama satu bulan lebih.
Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan
9 orang. Oleh karena itu panitia ini juga disebut sebagai Panitia Sembilan.
Anggota-anggota Panitia Sembilan ini adalah sebagai berikut :
1. Ir. Sukarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Muh. Yamin
4. Mr. Ahmad Subardjo
5. Mr. A.A. Maramis
6. Abdulkadir Muzakkir
7. K.H. Wachid Hasyim
8. K.H. Agus Salim
9. Abikusno Tjokrosujoso.
Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu rumusan
yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Oleh Muh.Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam
Jakarta. Rumusan draft dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah :
1.
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya;
2.
(menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.
Persatuan Indonesia;
4. (dan)
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan;
5. (serta
dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk
soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal
11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-undang Dasar dengan suara bulat
menyetujui isi preambule(pembukaan) yang
diambil dari Piagam Jakarta.
Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang
Undang-undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Mr.
Supomo dengan anggotanyaMr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo,
Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini
kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia
Penghalus Bahasa yang terdiri dari Husein
Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo.
Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam
rangka menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Sukarno
selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil, yaitu :
1. Pernyataan Indonesia Merdeka;
2. Pembukaan Undang-undang Dasar;
3. Undang-undang Dasar (batang tubuh);
D. PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah
pendudukan Jepang membentuk PPKI (Dokuritsu
Junbi Inkai).Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada
wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas,
tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari
Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda
Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku dan seorang lagi dari golongan
penduduk Cina. Ir. Sukarno ditunjuk sebagai ketua
PPKI danDrs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor
Jenderal Yamamotomenegaskan bahwa para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di
lingkungan Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang
tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga
tokoh Pergerakan Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman
Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci
di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalat pada tanggal 12
Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa
Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai
oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia
Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14
Agustus 1945, Jepang telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan
Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan perang terhadap
Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian dapat
diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada
tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan
bangganya Ir. Sukarno berkata : “Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya
hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan
perang suci Dai Taoini. Kalau dahulu saya
berkata ‘Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka : sekarang saya dapat
memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah.” Perkataan itu
menunjukkan bahwa Ir. Sukarno pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah
menyerah kepada Sekutu.
E. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA
GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda
melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir menyampaikan
berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan
Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan
menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk
segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga
Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada
tanggal 15 agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan “
kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak
dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan
dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan
diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam
pernyataan proklamasi.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 waktu Jawa kepada Ir. Sukarno di
rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kedua utusan tersebut segera
menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang
disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Sukarno tidak
menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir.
Sukarno marah dan berkata “Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan
sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak
bisa melepaskan tanggungjawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu saya
tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”. Ketegangan itu juga disaksikan
oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi,
Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata, “Dan kami pun
tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan proklamasi
itu. Kecuali jiak Saudara-saudara memang sudah siap dan sanggup
memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan Saudara-saudara
!” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian Saudara-saudara berdua,
baiklah ! Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatu, jika besok
siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan
menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu!”
F. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan halaman rumah Ir. Sukarno
dengan diliputi perasaan kesal memikirkan sikap dan perkataan sukarno-Hatta.
Sesampainya mereka di tempat rapat, mereka melaporkan semuanya. Menanggapi hal
itu kembali golongan muda mengadakan rapat dini hari tanggal 16 Agustus
1945 di asrama Baperpi, Jalan Cikini 71, Jakarta. Selain dihadiri oleh para
pemuda yang mengikuti rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri juga oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor
dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat ini membuat
keputusan “menyingkirkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan
tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang”. Untuk menghindari
kecurigaan dari pihak Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan
untuk melaksanakan rencana tersebut.
Rencana ini berjalan lancar karena mendapatkan dukungan perlengkapan
Tentara PETA dari Cudanco Latief
Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman
Singodimedjo yang sedang bertugas ke Bandung. Maka pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul
04.30 waktu Jawa sekelompok pemuda membawa Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke
luar kota menuju Rengasdengklok, sebuah kota
kawedanan di pantai utara Kabupaten Karawang. Alasan yang mereka kemukakan
ialah bahwa keadaan di kota sangat genting, sehingga keamanan Sukarno-Hatta di
dalam kota sangat dikhawatirkan. Tempat yang dituju merupakan kedudukan sebuah cudan (kompi) tentara PETA Rengasdengklok dengan komandannya Cudanco Subeno.
Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang
besar dari kedua tokoh ini membuat para pemuda segan untuk melakukan penekanan
lebih jauh. Namun dalam suatu pembicaraan berdua dengan Ir. Sukarno, Shudanco Singgih beranggapan Sukarno bersedia untuk menyatakan
proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itulah Singgih pada
tengah hari itu kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada
kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada tanggal
16 agustus memenuhi undangannya dan berkumpul di gedung Pejambon 2. Akan tetapi
rapat itu tidak dapat dihadiri oleh pengundangnya Sukarno-Hatta yang sedang
berada di Rengasdengklok. Oleh karena itu mereka merasa heran. Satu-satu jalan
untuk mengetahui mereka adalah melalui Wikana salah satu utusan yang
bersitegang dengan Sukarno-Hatta malam harinya. Oleh karena itulah Mr. Ahmad Subardjo mendekatiWikana. Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan tokoh golongan muda itu tercapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus
dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Jusuf Kunto dari golongan muda bersedia mengantarkan
Mr. Ahmad Subardjo bersama sekretarisnya, Sudiro (Mbah) ke
Rengasdengklok. Rombongan ini tiba pada pukul 18.00 waktu Jawa. Selanjutnya
Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya tanggal 17 Agustus 1945
selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya jaminan itu, maka komandan kompi
PETA Rengasdengklok, Cudanco Subeno bersedia
melepaskan Ir. Sukarno dan Drs. Moh Hatta kembali ke Jakarta.
G. PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Rombongan tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa. Setelah
Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing rombongan kemudian menuju ke
rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta (sekarang
Perpustakaan Nasional). Hal itu juga disebabkan Laksamana Tadashi Maeda telah menyampaikan kepada Ahmad
Subardjo (sebagai salah satu pekerja di kantor Laksamana Maeda) bahwa ia
menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Sebelum mereka memulai merumuskan naskah proklamasi, terlebih dahulu
Sukarno dan Hatta menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan
Umum)Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi
sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah. Pertemuan itu tidak mencapai kata
sepakat. Nishimuramenegaskan bahwa garis
kebijakan Panglima Tentara Keenambelas di Jawa adalah “dengan menyerahnya
Jepang kepada sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan
lagi merubah status quo (status politik
Indonesia). Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan
alat Sekutu dan diharuskan tunduk kepada sekutu”. Berdasarkan garis kebijakan
itu Nishimura melarang Sukarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka
proklamasi kemerdekaan.
Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi
membicarakan kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Akhirnya mereka hanya
mengharapkan pihak Jepang tidak menghalang-halangi pelaksanaan proklamasi yang
akan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia sendiri. Maka mereka kembali ke rumah
Laksamana Maeda. Sebagai tuan rumah Maeda mengundurkan diri ke lantai dua.
Sedangkan di ruang makan, naskah proklamasi dirumuskan oleh tiga tokoh golongan
tua, yaitu :Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Peristiwa ini disaksikan oleh Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura, bersama dengan
tiga orang tokoh pemuda lainnya, yaitu : Sukarni, Mbah
Diro danB.M. Diah. Sementara itu
tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan muda maupun golongan tua menunggu di
serambi muka.
Ir. Sukarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan Drs. Moh.
Hatta dan Mr Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Kalimat pertama
dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr. Ahmad
Subardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI. Sedangkan kalimat terakhir merupakan
sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal itu disebabkan
menurut beliau perlu adanya tambahan pernyataan pengalihan kekuasaan(transfer of sovereignty). Sehingga naskah proklamasi yang
dihasilkan adalah sebagai berikut :
Pada pukul 04.30 waktu Jawa konsep naskah proklamasi selesai disusun.
Selanjutnya mereka menuju ke serambi muka menemui para hadirin yang menunggu.
Ir. Sukarno memulai membuka pertemuan dengan membacakan naskah proklamasi yang
masih merupakan konsep tersebut. Ir. Sukarno meminta kepada semua hadirin untuk
menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat
itu diperkuat oleh Moh. Hatta dengan mengambil contoh naskah “Declaration of Independence” dari Amerika Serikat. Usulan tersebut
ditentang oleh tokoh-tokoh pemuda. Karena mereka beranggapan bahwa sebagian
tokoh-tokoh tua yang hadir adalah “budak-budak” Jepang. Selanjutnya Sukarni, salah satu tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani
naskah proklamasi cukup Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah usulan Sukarni itu disetujui, maka Ir. Sukarno meminta kepadaSajuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan
Sukarno tersebut, dengan disertai perubahan-perubahan yang telah disepakati.
Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah ketikan Sajuti Melik, yaitu : kata
“tempoh” diganti “tempo”, sedangkan kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti
dengan “Atas nama bangsa Indonesia”. Perubahan juga dilakukan dalam cara
menuliskan tanggal, yaitu “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan
8 tahoen ‘05”. Sehingga naskah proklamasi ketikan Sajuti Melik itu, adalah
sebagai berikut :
Selanjutnya timbul persoalan dimanakah proklamasi akan diselenggarakan.
Sukarni mengusulkan bahwa Lapangan Ikada (sekarang bagian tenggara lapangan
Monumen Nasional) telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk
mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Namun Ir. Sukarno menganggap lapangan
Ikada adalah salah satu lapangan umum yang dapat menimbulkan bentrokan antara
rakyat dengan pihak militer Jepang. Oleh karena itu Bung Karno mengusulkan agar
upacara proklamasi dilaksanakan di rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56
dan disetujui oleh para hadirin.
H. PELAKSANAAN PROKLAMASI
KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945
Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin
Indonesia dari golongan tua dan golongan muda keluar dari rumah Laksamana
Maeda. Mereka pulang ke rumah masing-masing setelah berhasil merumuskan naskah
proklamasi. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan pada pukul
10.30 waktu Jawa atau pukul 10.00 WIB sekarang. Sebelum pulang Bung Hatta
berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers, utamanya
B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh
dunia.
Pagi hari itu, rumah Ir. Sukarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda yang
berbaris dengan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan proklamasi, dr. Muwardi (Kepala Keamanan Ir. Sukarno) meminta
kepadaCudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan anak
buahnya berjaga-jaga di sekitar rumah Ir. Sukarno. Sedangkan Wakil WalikotaSuwirjo memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan pengeras
suara. Untuk itu Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumahGunawan pemilik toko radio Satria di Jl. Salemba
Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan pengeras suara. Sudiro yang pada waktu itu juga merangkap sebagai sekretaris
Ir. Sukarno memerintahkan kepada S. Suhud (Komandan Pengawal
Rumah Ir. Sukarno) untuk menyiapkan tiang bendera. Suhud kemudian mencari
sebatang bambu di belakang rumah. Bendera yang akan dikibarkan sudah
dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati.
Menjelang pukul 10.30 para pemimpin bangsa Indonesia telah berdatangan ke
Jalan Pegangsaan Timur. Diantara mereka nampak Mr. A.A. Maramis, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangi, K.H. Mas
Mansur, Mr. Sartono, M. Tabrani, A.G. Pringgodigdo dan sebagainya. Adapun
susunan acara yang telah dipersiapkan adalah sebagai berikut:
Pertama, Pembacaan Proklamasi;
Kedua, Pengibaran Bendera Merah Putih;
Ketiga, Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.
Lima menit sebelum acara dimulai, Bung Hatta datang dengan berpakaian
putih-putih. Setelah semuanya siap, Latief
Hendraningrat memberikan aba-aba kepada seluruh barisan pemuda dan mereka pun kemudian
berdiri tegak dengan sikap sempurna. Selanjutnya Latif mempersilahkan kepada
Ir. Sukarno dan Moh. Hatta. Dengan suara yang mantap Bung Karno mengucapkan
pidato pendahuluan singkat yang dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi.
Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhudmengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatkannya
pada tali dengan bantuan Cudanco Latif Hendraningrat.Bendera dinaikkan
perlahan-lahan. Tanpa dikomando para hadirin spontan menyanyikan Indonesia
Raya. Acara selanjutnya adalah sambutan dari Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh Jakarta disebarkan ke
seluruh Indonesia. Pagi hari itu juga, teks proklamsi telah sampai di tangan
Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei, Waidan B. Palenewen. Segera ia memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua
kali F. Wuz menyiarkan berita itu, masuklah orang Jepang ke ruangan radio.
Dengan marah-marah orang Jepang itu memerintahkan agar penyiaran berita itu
dihentikan. Tetapi Waidan memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus
menyiarkannya. Bahkan berita itu kemudian diulang setiap setengah jam sampai
pukul 16.00 saat siaran radio itu berhenti. Akibatnya, pucuk pimpinan tentara
Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita itu. Dan pada hari Senin
tanggal 20 Agustus 1945 pemancar itu disegel dan pegawainya dilarang masuk.
Walaupun demikian para tokoh pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat
pemancar baru dengan bantuan beberapa orang tehnisi radio, seperti : Sukarman, Sutamto, Susilahardja dan Suhandar. Sedangkan alat-alat pemancar mereka ambil bagian-demi bagian dari kantor
betita Domei, kemudian dibawa ke Jalan Menteng 31. Maka terciptalah pemancar
baru di Jalan Menteng 31. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi disiarkan.
Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat
selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus
1945 memuat berita proklamasi dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia.
Makna dan
Arti Penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Setelah berabad-abad bangsa
Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dan dilandasi oleh semangat kebangsaan,
dan telah mengorbankan nyawa maupun harta yang tidak terhitung jumlahnya, maka
peristiwa Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik puncak
perjuangan tersebut. Proklamasi kemerdekaan merupakan peristiwa yang sangat
penting dan memiliki makna yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia.
Berikut ini makna dan arti
penting proklamasi kemerdekaan Indonesia
1) Apabila dilihat dari sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia) dan menghapuskan tatanan hukum kolonial.
2) Apabila dilihat dari sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang lepas dari penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, dan berdaulat penuh.
3) Proklamasi merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
5) Proklamasi merupakan mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi, dan motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.
1) Apabila dilihat dari sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia) dan menghapuskan tatanan hukum kolonial.
2) Apabila dilihat dari sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang lepas dari penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, dan berdaulat penuh.
3) Proklamasi merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
5) Proklamasi merupakan mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi, dan motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.
Dengan proklamasi kemerdekaan
tersebut, maka bangsa Indonesia telah lahir sebagai bangsa dan negara yang
merdeka, baik secara de facto maupun secara de jure.
Wilayah
Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih
sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita
proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang
menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah,
terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada
akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih
jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar
secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala
Bagian Radio dari Kantor Domei, Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks
proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia
memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan
tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah
orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita
proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut
memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen
tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan
diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat
dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk
meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945
pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk.
Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf
Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat
pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto,
Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng
31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi
kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda
dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat
selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus
1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang
memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media
pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan
juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster,
maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan
slogan ”Respect our Constitution, August 17!” Hormatilah Konstitusi kami
tanggal 17 Agustus! Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan
di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga
disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI.
Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
1. Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
2. Sam Ratulangi dari Sulawesi.
3. Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
4. A. A. Hamidan dari Kalimantan.
1. Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
2. Sam Ratulangi dari Sulawesi.
3. Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
4. A. A. Hamidan dari Kalimantan.
Negara RI yang dilahirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945 pada kenyataannya belum sempurna sebagai suatu negara.
Oleh karena itu langkah yang diambil oleh para pemimpin negara melalui PPKI
adalah menyusun konstitusi negara dan membentuk alat kelengkapan negara. Untuk
itu PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 18 Agustus
1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945. Sebelum rapat dimulai, muncul
permasalahan yang disampaikan oleh wakil dari luar Jawa, di antaranya Mr.
Latuharhary (Maluku), Dr. Sam Ratulangi (Sulawesi), Mr. Tadjudin Noor dan Ir. Pangeran
Noor (Kalimantan), dan Mr. I Ktut Pudja (Nusa Tenggara) yang menyampaikan
keresahan penduduk non-Islam mengenai kalimat dalam Piagam Jakarta yang
nantinya akan dijadikan rancangan pembukaan dan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Kalimat yang dimaksud adalah “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariah Islam bagi para pemeluknya”, serta “syarat seorang kepala
negara haruslah seorang muslim”. Untuk mengatasi masalah tersebut Drs.
Mohammad Hatta beserta Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman
Singadimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassan membicarakannya secara khusus.
Akhirnya dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas dan menegakkan
Negara Republik Indonesia yang baru saja didirikan, rumusan kalimat yang
dirasakan memberatkan oleh kelompok non-Islam dihapus sehingga menjadi berbunyi
“ Ketuhanan Yang Maha Esa” dan syarat seorang kepala negara adalah orang
Indonesia asli. Untuk memahami hasil sidang secara lengkap, maka perhatikan
tabel 11.2 berikut.
Tabel 11.2
Hasil-Hasil Sidang PPKI Secara Lengkap
1 .
Pembentukan Komite Nasional
Sebagai tindak lanjut dari sidang
PPKI tanggal 22 Agustus 1945 maka dibentuklah Komite Nasional Indonesia (KNI).
Komite Nasional Indonesia adalah badan yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sebelum diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). KNIP diketuai
oleh Mr. Kasman Singodimejo. Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus
1945. Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan. Namun, kemudian
diperluas tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai
kewenangan legislatif. Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP
tanggal 16 Oktober 1945. Dalam rapat tersebut, wakil presiden Drs. Moh. Hatta
mengeluarkan Maklumat Pemerintah RI No. X yang isinya meliputi hal-hal berikut.
a. KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk
diserahi kekuasaan legislatif untuk membuat undang-undang dan ikut menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
2 .
Pembentukan Partai Nasional Indonesia
Pada
tanggal 22 Agustus 1945 PPKI bersidang untuk yang ketiga kalinya dan
menghasilkan keputusan antara lain pembentukan Partai Nasional Indonesia, yang
pada waktu itu dimaksudkan sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia
(partai tunggal). Dalam perkembangannya muncul Maklumat tanggal 31 Agustus 1945
yang memutuskan bahwa gerakan dan persiapan Partai Nasional Indonesia ditunda
dan segala kegiatan dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Sejak saat itu,
gagasan satu partai tidak pernah dihidupkan lagi. Demi kelangsungan kehidupan
demokrasi, maka KNIP mengajukan usul kepada pemerintah agar rakyat diberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik. Sebagai tanggapan
atas usul tersebut, maka pada tanggal 3 November 1945 pemerintah mengeluarkan
maklumat pemerintah yang pada intinya berisi memberikan kesempatan kepada
rakyat untuk mendirikan partai politik. Maklumat itu kemudian dikenal dengan
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Partai politik yang muncul setelah
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain Masyumi,
Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat
Jelata, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik,
Permai, dan PNI.
3 .
Pembentukan Badan Keamanan Rakyat
Badan
Keamanan Rakyat (BKR) ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga
Korban Perang (BPKKP), yang merupakan induk organisasi yang ditujukan untuk memelihara
keselamatan masyarakat. BKR tugasnya sebagai penjaga keamanan umum di
daerah-daerah di bawah koordinasi KNI Daerah. Para pemuda bekas anggota Peta,
KNIL, dan Heiho segera membentuk BKR di daerah sebagai wadah perjuangannya.
Khusus di Jakarta dibentuk BKR Pusat untuk mengoordinasi dan mengendalikan BKR
di bawah pimpinan Kaprawi. Sementara BKR Jawa Timur dipimpin Drg. Moestopo, BKR
Jawa Tengah dipimpin Soedirman, dan BKR Jawa Barat dipimpin Arudji Kartawinata.
Pemerintah belum membentuk tentara yang bersifat nasional karena pertimbangan
politik, mengingat pembentukan tentara yang bersifat nasional akan mengundang
sikap permusuhan dari Sekutu dan Jepang. Menurut perhitungan, kekuatan nasional
belum mampu menghadapi gabungan Sekutu dan Jepang. Sementara itu para pemuda
yang kurang setuju pembentukan BKR dan menghendaki pembentukan tentara
nasional, membentuk badan-badan perjuangan atau laskar bersenjata. Badan
perjuangan tersebut misalnya Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik
Indonesia (PRI), Barisan Pemuda Indonesia (BPI), dan lainnya. Selain itu para
pemuda yang dipelopori oleh Adam Malik membentuk Komite van Actie.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi. Berdasarkan maklumat pemerintah tersebut, maka segera dibentuk Markas Tertinggi TKR oleh Oerip Soemohardjo yang berkedudukan di Yogyakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10 Divisi dan di Sumatra 6 Divisi. Berkembangnya kekuatan pertahanan dan keamanan yang begitu cepat memerlukan satu pimpinan yang kuat dan berwibawa untuk mengatasi segala persoalan akibat perkembangan tersebut. Supriyadi yang ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi TKR ternyata tidak pernah muncul. Pada bulan
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi. Berdasarkan maklumat pemerintah tersebut, maka segera dibentuk Markas Tertinggi TKR oleh Oerip Soemohardjo yang berkedudukan di Yogyakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10 Divisi dan di Sumatra 6 Divisi. Berkembangnya kekuatan pertahanan dan keamanan yang begitu cepat memerlukan satu pimpinan yang kuat dan berwibawa untuk mengatasi segala persoalan akibat perkembangan tersebut. Supriyadi yang ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi TKR ternyata tidak pernah muncul. Pada bulan
November
1945 atas prakarsa dari markas tertinggi TKR diadakan pemilihan pemimpin
tertinggi TKR yang baru. Yang terpilih adalah Kolonel Soedirman, Komandan
Divisi V/Banyumas. Sebulan kemudian pada tanggal 18 Desember 1945, Soedirman
dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal.
Oerip Soemohardjo tetap menduduki
jabatan lamanya sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal
(Letjen). Terpilihnya Soedirman merupakan titik tolak perkembangan organisasi
kekuatan pertahanan keamanan. Pada bulan Januari 1946, TKR berubah menjadi
Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Pada bulan Juni 1947 nama TRI berubah menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sampai dengan pertengahan 1947, bangsa
Indonesia telah berhasil menyusun, mengonsolidasikan dan sekaligus mengintegrasikan
alat pertahanan dan keamanan. TNI bukanlah semata-mata alat negara atau
pemerintah, melainkan alat rakyat, alat “revolusi” dan alat bangsa
Indonesia.
Indonesia.
Kemerdekaan
yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 ternyata mendapat sambutan yang
luar biasa di berbagai daerah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Berikut ini
dukungan terhadap pembentukan Negara Republik Indonesia.
1. Di Sulawesi Selatan, Raja Bone
(Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat akan pertempuran-pertempuran
melawan Belanda pada awal abad XX, menyatakan dukungannya terhadap Negara
Kesatuan dan Pemerintahan Republik Indonesia. Mayoritas raja-raja suku Makasar
dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui kekuasaan Dr. Sam Ratulangie yang
ditunjuk pemerintah sebagai Gubernur Republik di Sulawesi.
2. Raja-raja Bali juga mengakui kekuasaan Republik.
3. Empat raja di Jawa Tengah (Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, Kasultanan, dan Paku Alaman Yogyakarta) menyatakan dukungan mereka kepada Republik Indonesia pada awal September 1945.
2. Raja-raja Bali juga mengakui kekuasaan Republik.
3. Empat raja di Jawa Tengah (Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, Kasultanan, dan Paku Alaman Yogyakarta) menyatakan dukungan mereka kepada Republik Indonesia pada awal September 1945.
Dukungan yang sangat penting
ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Kasultanan Yogyakarta yang
nampak dalam pernyataannya tanggal 5 September 1945. Dalam pernyataan tersebut
Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan bahwa Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat
yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia.
Pernyataan tersebut merupakan suatu keputusan yang cukup berani dan bijak di
dalam negara kerajaan yang berdaulat. Sesuai dengan konsep negara kesatuan yang
dianut Indonesia, tidak akan ada negara di dalam negara. Kalau hal tersebut
terjadi akan memudahkan bangsa asing mengadu domba. Dukungan terhadap negara
kesatuan dan pemerintah Republik Indonesia juga datang dari rakyat dan pemuda.
Berikut ini beberapa peristiwa sebagai wujud dukungan rakyat secara spontan
terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
1 . Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945,
rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba.
Setelah sampai di Ujungpandang, gubernur segera membentuk pemerintahan daerah.
Mr. Andi Zainal Abidin diangkat sebagai Sekretaris Daerah. Tindakan gubernur
oleh para pemuda dianggap terlalu berhatihati, kemudian para pemuda
mengorganisasi diri dan merencanakan merebut gedung-gedung vital seperti studio
radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri dari kelompok Barisan
Berani Mati (Bo-ei Taishin), bekas kaigun heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal
28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran. Akibat peristiwa tersebut,
pasukan Australia yang telah ada bergerak dan melucuti mereka. Sejak peristiwa
tersebut gerakan pemuda dipindahkan dari Ujungpandang ke Polombangkeng.
2 . Di Bali
Para pemuda Bali telah membentuk
berbagai organisasi pemuda, seperti AMI, Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada
akhir Agustus 1945. Mereka berusaha untuk menegakkan Republik Indonesia melalui
perundingan tetapi mendapat hambatan dari pasukan Jepang. Pada tanggal 13
Desember 1945 mereka melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari
tangan Jepang, meskipun gerakan ini gagal.
3 . Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di
Gorontalo terjadi perebutan senjata terhadap markas-markas Jepang. Kedaulatan
Republik Indonesia berhasil ditegakkan dan para pemimpin Republik menolak
ajakan untuk berunding dengan pasukan pendudukan Australia.
4 . Rapat Raksasa di Lapangan
Ikada
Rapat
Raksasa dilaksanakan di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) tanggal 19
September 1945. Sekitar 200.000 orang hadir dalam pertemuan tersebut. Pada
peristiwa ini, kekuatan Jepang, termasuk tank-tank, berjaga-jaga dengan
mengelilingi rapat umum tersebut. Rapat Ikada dihadiri oleh Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri. Untuk menghindari
terjadinya pertumpahan darah, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang
intinya berisi permintaan agar rakyat memberi kepercayaan dan dukungan kepada
pemerintah RI, mematuhi perintahnya dan tunduk kepada disiplin. Setelah itu
Presiden Soekarno meminta rakyat yang hadir bubar dan tenang.
5 . Terjadinya Insiden Bendera di
Hotel
Yamat amat amato, o, Sur Suraba
aba abaya Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945, ketika
orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu
segerombolan pasukan Serikat. Orang-orang Belanda tersebut mengibarkan bendera
mereka di puncak Hotel Yamato. Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda.
Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman untuk
menurunkan bendera Belanda ditolak penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat
dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel serta menurunkan
bendera Belanda yang berkibar di atasnya. Mereka merobek warna birunya dan
mengibarkan kembali sebagai Merah Putih.
6 . Di Yogyakarta
Di
Yogyakarta perebutan kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September
1945. Sejak pukul 10 pagi semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang
dikuasai Jepang melaksanakan aksi mogok. Mereka memaksa agar orang-orang Jepang
menyerahkan aset dan kantornya kepada orang Indonesia. Tanggal 27 September
1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di
daerah tersebut telah berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada hari
itu juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
7. Sumatra Selatan
Dukungan dan perebutan kekuasaan
terjadi di Sumatra Selatan pada tanggal 8 Oktober 1945, ketika Residen Sumatra
Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu dalam suatu upacara
menaikkan bendera Merah Putih. Setelah upacara selesai, para pegawai kembali ke
kantornya masing-masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh
Karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan yakni kekuasaan Republik
Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, sebab
orang-orang Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi.
8 . Pertempuran Lima Hari di
Semarang
Peristiwa ini terjadi di Semarang
pada tanggal 15 - 20 Oktober 1945. Peristiwa itu berawal ketika 400 orang
veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring
menjadi pabrik senjata memberontak ketika akan dipindahkan ke Semarang.
Tawanan-tawanan tersebut menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka.
Situasi bertambah hangat dengan meluasnya desas-desus bahwa cadangan air minum
di desa Candi telah diracuni. Dr. Karyadi yang meneliti cadangan air minum
tersebut meninggal ditembak oleh Jepang. Pertempuran mulai pecah dini hari
tanggal 15 Oktober 1945 di Simpang Lima. Pertempuran berlangsung lima hari dan
baru berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang.
Usaha perdamaian dipercepat dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Semarang pada
tanggal 20 Oktober 1945 yang kemudian menawan dan melucuti senjata tentara
Jepang. Untuk mengenang keberanian para pemuda Semarang dalam pertempuran
tersebut, maka dibangunlah Tugu Muda yang terletak di kawasan Simpang Lima,
Semarang.
9 . Di Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha
para pemuda untuk merebut pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW
(Artillerie Constructie Winkel, sekarang Pindad). Usaha tersebut berlangsung
sampai datangnya pasukan Sekutu di Bandung tanggal 17 Oktober 1945.
10. Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan
mulai timbul gerakan yang mendukung proklamasi. Akibatnya tentara Australia
yang sudah mendarat atas nama Sekutu mengeluarkan ultimatum melarang semua
aktivitas politik, seperti demonstrasi dan mengibarkan bendera Merah Putih,
memakai lencana Merah Putih dan mengadakan rapat. Namun kaum nasionalis tidak
menghiraukannya. Di Balikpapan tanggal 14 November 1945, tidak kurang 8.000
orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
11. Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di
Sulawesi Utara tidak padam, meskipun tentara NICA telah menguasai wilayah
tersebut. Pada tanggal 14 Februari 1946, para pemuda Indonesia anggota KNIL
tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di Tangsi
Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan tawanan yang
mendukung Republik Indonesia antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom,
Kusno Dhanupojo, dan G.E. Duhan. Di sisi lain mereka juga menahan Komandan
Garnisun Manado dan semua pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan
diawali peristiwa tersebut para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan
Tondano. Berita tentang perebutan kekuasaan tersebut dikirim ke pemerintah
pusat yang saat itu di Yogyakarta dan mengeluarkan Maklumat No. 1 yang
ditandatangani oleh Ch.Ch. Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Februari
1946 dan sebagai residen dipilih B.W. Lapian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar